Masih Inginkah Menjadi Guru?
"Everything happens for a reason"
Segala sesuatu terjadi karna sebuah alasan. Memang begitulah adanya. Begitulah nyatanya.
Aku teringat, ketika pertama kali aku akan menjalani PLP alias Pengenalan Lapangan Persekolahan. Rasanya sangat berat, aku nyaris menyesal kuliah di jurusan keguruan. Padahal dulu aku sempat ingin menjadi dokter, menjadi pegawai bank, menjadi ilmuwan, menjadi penulis, bahkan aku pernah ingin menjadi arsitektur !
Tapi... Pada akhirnya, aku "terjebak" disini. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Begitu kurang bergengsinya fakultas ku ini. Betapa membosankannya, setiap kegiatan yang hampir pasti begitu-begitu saja. Berkecimpung di persekolahan dan pendidikan. Belum lagi ada suatu proses yang cukup berat yang harus dilalui mahasiswa FKIP, yap seperti yang sudah kubilang, PLP !
PLP bagiku menjadi mata kuliah yang amat berat dan penuh liku, setidaknya begitulah yang kurasakan saat awal menghadapi kegiatan itu.
Bagaimana tidak? Aku si santuy yang ke kampus seringkali pas-pasan bahkan telat datang bahkan bolos !! mengerjakan tugas dengan benar tapi amat santuy, tak ingin diburu-buru dan tak bisa bekerja dalam tekanan. Tiba-tiba harus menjalani rutinitas yang berubah total. Setiap hari harus berangkat pagi, mengajar dan mendidik anak-anak manusia dengan sejuta kepribadian yang berbeda. Mempelajari bahan ajar, metode yang tepat untuk anak yang berbeda-beda. Belum lagi administrasi dan perangkat pembelajaran seperti absen, nilai, RPP, silabus dan itu semua harus kusiapkan di malam sebelum esoknya aku harus mengajar.
Aku heran, kenapa bahan bahan yang akan ku ajarkan kepada siswa justru tak dipelajari di kampus. Dan pada akhirnya aku harus mengkaji ulang apa apa yang akan ku berikan pada siswa ku.
Tapi... Sebenarnya itu bukan satu-satunya tantangan yang kuhadapi dalam drama per PLP-an ini. The biggest drama and the biggest problem is my insecurities. Drama terbesar dan masalah terbesar adalah rasa rendah diriku.
Jadi, entah apa itu alasannya kenapa Allah menempatkan ku PLP bersama orang yang luar biasa. Iya, luar biasa. Dia adalah dewi jurusan ku yang amat cantik, pintar dan terkenal. Siapapun tahu dia. Siapapun mengenal dia. Siapapun tahu dia pandai dan begitu percaya diri. Sedangkan aku? Aku adalah seluruh kebalikan dari apa yang dia miliki. Aku tidak cantik, aku tidak terkenal, aku juga bukan mahasiswi yang terpandai, aku adalah aku yang paling biasa dibandingkan dia yang luar biasa.
Disitu lah rasa rendah diriku muncul dan aku merasa seperti berada di titik terendah dalam hidupku. Pikiran buruk ku sudah menari-nari dengan liar nya. Bahwa, seluruh siswa hanya ingin bersamanya. Tak ada yang mau belajar denganku. Dan aku akan tertekan dengan standarisasi yang diukur dengan keistimewaanya.
Satu sampai dua minggu kegiatan berlangsung, aku masih sangat-sangat tertekan dan begitu malasnya aku melakukan kegiatan ini sampai akhir.
Kenapa cara kerja dunia begitu kejam padaku? Aku tak membencinya. Aku tak membenci temanku yang begitu cantik san mengagumkan itu. Tapi aku benci kenapa aku harus berada di posisi ini, di posisi tersandingkan dengan manusia se istimewa dia disaat aku rasa tak ada satupun dari diriku yang bisa ku banggakan :(
Betapa tidak, setiap aku berjalan dengannya. Semua siswa hanya tertuju padanya. Menyapanya dan mengaguminya. Sedangkan aku? Siapa aku? Aku manusia transparan yang tidak terlihat :')
Pernah sekali aku masuk kelas yang akan menjadi tanggung jawabku bersama temanku yang mengagumkan itu. Seluruh siswa hanya tertuju padanya. Aku, jelas aku yang akan mengajar mereka, tapi mereka hanya meminta dia untuk berkenalan dan bukan aku. Ah tentu saja itu menyakitkan, aku tahu anak anak tak salah, siapa yang tak ingin bersama dengan makhluk seistimewa temanku dibanding dengan makhluk paling biasa seperti ku?. Aku juga tidak menyalahkan temanku karna memang dia sudah terlahir seperti itu. Lagi-lagi aku hanya bisa memaki dan mengutuk diriku sendiri atas segala kekuranganku. Memang dasar aku sikurang ajar :(
Belum lagi beberapa kali aku kerap kali mendapat kritikan dari guru pamong bahwa aku harus begini aku harus begitu, aku harus seperti temanku yang istimewa itu. Arrggghhh... Sungguh memuakan. Aku tak sanggup lagi, bahkan saat memasuki kelas yang kurang begitu menghargai ku langsung membuatku merasa betapa aku tak layak menjadi seorang guru. Dan mulai memikirkan pekerjaan apa yang sekiranya bisa kudapatkan dengan jurusanku selain menjadi guru !!
Disaat seperti itulah saat saat aku merindukan almarhumah mama, mama dulu adalah guru yang baik, dia bahkan bisa menaklukan murid yang paling nakal sekalipun. Sedangkan aku? Mereka seperti tidak menghargai ku. Apalagi aku tidak cantik.
Segudang rasa rendah diri itu membunuhku sampai aku berada di titik untuk tak ingin menjadi seorang guru !!
Tapi...
Setelah aku jalani lebih lama. Ku nikmati setiap luka dari jatuh dan bangun yang kualami selama kurun 2 bulan ini. Aku merasa nyaman menjadi seorang guru. Mengenal anak-anak, berbagi ilmu dengan mereka, mendengarkan cerita mereka, dan bercanda dengan mereka ternyata adalah hal yang membuatku nyaman. Bahkan aku ingin mengenal mereka lebih dalam lagi, sekalipun itu siswa yang sering dibilang 'nakal'. Bagiku mereka semua sebenarnya layak mendapatkan perlakuan yang sama. Dan aku ingin melakukannya. Bahkan lucu-nya, dikelas yang ter "jahanam" sekalipun,aku ingin mengenal mereka lebih dalam. Aku ingin menjadi tempat mereka bercerita dan yang kurasa, mereka juga begitu menghargai ku, sekalipun memang ku akui, mereka sulit untuk dikondisikan. Tapi aku bahagia melihat antusias mereka dalam belajar. Jujur saja itu menghangatkan hatiku. Hatiku menghangat setiap melihat siswa tertarik dengan apa yang aku ajarkan, memperhatikan apa yang aku sampaikan, dan aktif untuk mencoba dan belajar terkait apa yang aku ajarkan ❤
Dan setiap kali aku melihat sorot sedih mata mereka yang tak ingin kami berpisah, sungguh semua itu meluruhkan hatiku. Dan itu membuatku menyadari untuk apakah aku ada di jurusan ini di fakultas keguruan ini.
Aku ada untuk mereka, aku ada untuk menemani mereka. Aku ada untuk mendengarkan mereka dan berbagi ilmu juga mendidik mereka.
Aku mungkin tidaklah cantik, aku mungkin bukanlah yang paling pintar. Tapi aku peduli dengan mereka, dan kurasa itu adalah modal ku yang cukup kuat untuk menjadikanku sebagai seorang guru. Dengan peduli, aku akan mencari sejuta cara untuk membuat mereka memahami, dengan peduli, aku akan melakukan sejuta cara untuk mendidik mereka, dengan peduli, aku bisa mendengarkan mereka.
Dan lagi dukungan guru pamong dan semangat dari beliau yang membuatku sadar bahwa tidak ada gunanya aku selalu merendahkan diriku hanya karna aku merasa begitu jelek dan begitu bodoh. Guru pamongku bilang, kinerja ku bagus meskipun di awal aku merasa tertekan, terbebani dan tak percaya diri, beliau bilang kinerja ku bagus bahkan lebih bagus. Dan aku merasa lega, pada akhirnya aku bisa melalui semua ini.
Jadi apakah aku masih mau menjadi seorang guru? Apakah aku siap menjadi seorang guru?
Akan ku jawab dengan pasti !
Ya aku mau dan aku siap menjadi seorang guru!
Walau di masa depan entah takdir akan berkata seperti apa. Bagiku tidak ada yang salah dengan seorang aku yang menjadi seorang guru.
Dan sepertinya aku mulai mengerti apa alasan Allah menempatkanku dalam posisi itu, ya karna itu. Allah ingin aku tahu bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha. Bahwa semua rasa rendah diriku itu tidaklah harus selalu mengurung diri dan potensiku. Bahwa tak harus menjadi super cantik dan super pintar untuk disukai banyak orang. Karena setiap orang punya keunikan masing masing. Dan bahkan sekalipun kita sudah berusaha semaksimal sebaik yang kita lakukan, si pembenci akan selalu ada begitupula sebalinya, tetap akan ada si pengagum dan pendukung yang ada di sisi kita.
Karna segala hal terjadi karna sebuah alasan.
Dan alasan dari kenapa aku ditempatkan di posisi "bangsat" ini adalah agar aku bisa kuat dan tidak terkurung dalam rasa rendah diriku.
Disclaimer: Sekali lagi, aku tidak membenci teman istimewa-ku. Aku juga tak membenci anak yang lebih tertarik untuk belajar dengan guru yang cantik/tampan. Karna hal seperti itu memang sudah merupakan cara kerja dunia.
Dan sekarang aku tahu, dunia masih bisa bekerja dengan adil jika memang kita layak !
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSaya salut anda tidak sungkan berbagi kisah hidupmu selama PLP. Dalam setiap kisah pasti ada hikmahnya. Cara kerja dunia mungkin menyakitkan tetapi jalan garis yang diberikan Allah pasti terbaik untuk hambanya
BalasHapusTerimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku 😂 ah benar sekali, quote of the day, Allah memang pasti tahu yang terbaik untuk hambanya ❤
Hapus