Susahnya Hijrah Tanpa Bangku Pesantren!

"Sebelumnya kamu gak pernah gitu penampilannya, udah hijrah ya?" 
"Bajunya sekarang udah kayak orang arab!" 
"Status WhatsApp nya sekarang ceramah terus, alhamdulillah kamu religius banget ya sekarang!"


Begitulah kira-kira ucapan yang akhir-akhir ini kurang lebih terdengar di telinga ini. Masih biasa saja sebenarnya, tidak terlalu dibawa sakit hati juga. Karena sejauh ini sih ucapan itu memang masih sopan dan tidak menyakitkan. Tapi ngomong-ngomong soal hijrah. Sebenarnya hijrah itu apa sih?

Kalo menurut merdeka.com nih:

"Dari sudut pandang fisik, hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw adalah sebuah transisi di antara dua situasi, dari keadaan yang tidak aman dan lemah (Mekkah) menuju keadaan yang aman dan kuat (Madinah).

Sedangkan dari sudut pandang spiritual, hijrah dipahami sebagai transisi dari keadaan lemah manusia atas dosa menjadi keadaan yang kuat dan terus berjuang untuk menghindarinya. Keadaan yang penuh dengan kelalaian menuju kesadaran spiritual yang sehat." (sumber: dari sini)

Kalau menurut pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa hijrah artinya berpindah. Berpindah dari keadaan yang buruk pada keadaan yang lebih baik, baik itu secara fisik ataupun spiritual. Secara fisik berarti pindah ke tempat yang lebih baik dan aman. Sedangkan secara spiritual berarti pindah dari sifat/kebiasaan buruk pada sifat/kebiasaan yang lebih baik menurut agama (syariat Islam).

Hijrah ini tentu saja terbuka untuk siapapun, seluruh manusia bisa berhijrah jika Allah menghendaki tentunya. Dan akhir-akhir ini, mungkin teman-teman melihatku sedikit 'aneh'. Beberapa dari mereka mungkin ada yang mengungkapkan secara langsung padaku, ada juga yang mungkin cukup menyimpan keanehan yang mereka rasakan dalam diriku didalam hati mereka saja.

Apakah Dwi Gamayanti ini sudah hijrah? Sedang hijrah? Atau pura-pura hijrah?

Entahlah, jujur sebenarnya malu jika memploklamirkan bahwa diri ini sudah berhijrah, siapalah aku. Aku hanya baru belajar dan berkeinginan untuk hidup dengan lebih baik seperti apa yang Allah perintahkan. Mungkin bisa dibilang kalau diri ini sedang berusaha untuk hijrah. Hijrah dari kebiasaan lama yang sering melalaikan dan melanggar perintah Allah. Walau pada prosesnya, ah sungguh tak semudah yang dibayangkan! Kalau bukan karena kasih sayang Allah, aku takan mungkin sampai disini dan menulis ini sekarang. 

Keluar dari lingkaran dosa yang mana adalah hal-hal yang disenangi oleh nafsu adalah hal yang tidak mudah. Belum lagi fase ujian setelah kita mencoba berhijrah. Karena saat kita memutuskan untuk berhijrah dari perilaku buruk kita di masa lalu untuk menjadi lebih taat, dalam prosesnya pasti Allah akan beri kita ujian. Seperti firman Allah dalam Al Quran :

 أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-‘Ankabuut : 2) 


Berkali-kali, aku gagal dan gagal lagi untuk menjadi manusia yang sabar dan menerima segala ketetapan Allah. Masih sering marah, masih sering merasa hidup ini tidak adil, keadaan yang belum sesuai dengan apa yang diusahakan. Sampai sempat berfikir "kok setelah berusaha berhijrah, justru keadaan belum kunjung membaik juga ya?", "kenapa yang di doakan belum juga terkabul ya?" bahkan kadang berfikir "kenapa sepertinya Allah tak adil denganku ya?"  dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain dan prasangka-prasangka buruk pada Allah yang akhirnya hanya membuat hati ini menyesal karena telah berfikir demikian. Karena setelah atau bahkan saat sedang berfikir demikian, justru Allah memberikan karunia-Nya, hidayah-Nya dan kasih sayang-Nya. Entah itu lewat quotes-quotes yang "tanpa sengaja" ditemukan di media sosial, atau ceramah-ceramah yang "tidak sengaja" terlihat di tiktok/youtube yang seringkali isi maupun judulnya pas dengan keadaan. "Tidak sengaja" disini dalam tanda kutip karena sebenarnya tidak ada yang namanya "tidak sengaja", karena apapun yang terjadi, apapun yang kita lihat, itu adalah kehendak Allah. Dan Allah itu menguji hamba-hamba yang Dia cintai loh, seperti kata hadist yang satu ini: 

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ

Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).

(Sumber: https://muslim.or.id/32540-jika-allah-mencintai-seorang-hamba-ia-akan-diuji.html)

Nah kan, kalau kita diuji, artinya Allah mencintai kita. Dengan ujian itu Allah ingin kita dekat dengan-Nya, Allah ingin kita berdoa pada-Nya, menjadi pribadi yang lebih baik dan menurut ceramah ustad Hanan Attaki yang pernah kudengar, saat Allah menguji kita itu artinya juga Allah ingin menghapuskan dosa-dosa kita dengan ujian itu, lalu memberikan kita pahala dan yang paling istimewanya, Allah ingin meninggikan derajat kita di hadapan Allah. (mohon maaf ya kalau salah penyampaiannya). 

Walaupun memang sih, ujian itu susah, ujian itu berat. Tapi tenang, hukumnya begini kok "Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kesanggupan hamba-Nya" jadi, kita pasti bisa. Meskipun,kalau boleh jujur, ini proses yang sulit dan berat juga bagiku. Apalagi bagi orang awam seperti aku. Yang bukan berasal dari pondok pesantren, bukan berasal dari keluarga yang religius, bukan berasal dari lingkungan yang religius juga. Dan bahkan sebelumnya, aku sangat jauh sekali dari menaati perintah Allah. Pakaianku masih sering tidak sesuai syariat Islam, jilbab dan hijab ku masih sering buka-tutup. Aku pernah berpacaran (tanpa bermaksud mengumbar aib, hanya menjadikan ini sebagai pembelajaran saja). Aku sempat begitu jauh sekali dari Allah, bukan karena aku tak tahu bahwa muslimah itu harus menutup auratnya, bukan karena aku tak tahu bahwa Allah melarang kita mendekati zina (pacaran), tapi memang karena aku saja yang 'bandel' dan selalu mencari-cari pembenaran atas kelakuanku. Saat hijabku terbuka aku beralasan "ah cuma segini doang kok, cuma keliatan rambut doang normal kok, masih sopan dan tidak menggoda!", "ya aku kan pacaran gak zina ini, jadi bolehlah buat mengenal aja!", padahal... perintah Allah ya tetap perintah dan tak boleh ditawar-tawar. Allah juga tidak serta merta melarang sesuatu jika itu bukan untuk kebaikan kita sebagai hamba-Nya. Tapi aku masih saja sering berdalih dan menawar-nawar perintah Allah. Percayalah kawan, putuslah dengan pacarmu secepatnya atau kau akan menyesal, sungguh menyesal kenapa pernah melanggar perintah Allah dengan berpacaran.


Walaupun pada awalnya alasanku putus bukan karena hijrah, aku juga sama dengan kebanyakan orang. Aku sempat bangga dan berbahagia dengan apa yang namanya pacaran itu, aku dulu juga sempat menjadi "bucin" sebegitu dalamnya sampai akhirnya hal itulah yang menghancurkanku sedalam-dalamnya. Saat rasa cinta yang berlebihan kepada manusia, terlebih yang belum halal untuk aku cintai (read: bukan suami) itu akhirnya menghancurkan hidupku sendiri dan membuatku patah, hancur, sehancur-hancurnya. 

Tapi aku bersyukur karena lewat kehancuran itu Allah masih menyayangiku dengan membuatku sadar akan kesalahanku. Pada akhirnya aku sadar bahwa yang kupunya hanya Allah, yang harus aku cintai sebegitu dalamnya adalah Allah, lalu Rasulullah. Bukan makhluk-Nya, apalagi makhluk-Nya yang belum/tak seharusnya aku cintai.


Ini sulit, pada awalnya aku tak bisa sekaligus untuk berhenti menghubungi/berhubungan dengan orang yang sempat aku cintai begitu dalamnya. Namun perlahan-lahan Allah membantuku, memberiku jalan untuk menjadi kuat, menjadi lebih bersabar, menjadi mampu untuk perlahan-lahan menahan diriku dari segala hasrat diri ini. 

Kesulitan lain dalam usaha berhijrah ini adalah sebagai orang awam, bukan anak pesantren dan bukan tumbuh di keluarga yang begitu religius adalah aku tak punya "Guru" yang menjadi panutan di dunia nyataku, di lingkungan sekitarku. Walau begitu aku mencoba berguru kepada ustad-ustad yang ceramah dan petuahnya sering aku temukan di media sosial seperti ustad Hanan Attaki, Ustad Adi Hidayat, Ustad Abdul Somad, Ustad-ustad muda di tiktok seperti Ustad Agam, Hussain Basyaiban, dan yang lainnya. Yang mana sebenarnya kalau salah mengambil contoh tentulah aku pasti akan tersesat. Tapi alhamdulillah sejauh ini Allah selalu menunjukan aku pada hal-hal yang membantuku menjadi lebih bersemangat dan semoga lebih baik.


Dan Alhamdulillah juga Allah hadirkan teman-teman baik disekitarku yang selalu mengingatkan ku pada Allah dan menunjukan ku pada jalan-jalan kebenaran. Allah memang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Lingkungan keluarga mungkin mulai menyadari "keanehan" ku, khususnya dalam berpakaian, aku yang dulu si tomboy dengan style boyish yang sering memakai kemeja dan celana jeans hampir disegala situasi di setiap harinya, sekarang mulai beralih ke rok dan gamis yang terkadang membuat mereka mencela bahkan mencemooh bahwa aku tak pantas memakai rok, aku tak cocok memakai gamis, pakaianku katanya seperti orang arab. Hmm... ya walau mereka mengatakan itu dengan candaan sih, kadang bikin minder juga. Tapi kalau tidak mulai dirubah dari sekarang, ya mau kapan lagi kan? Kalau tak pernah dimulai, kita takan pernah siap. lantas mau sampai kapan? Bukannya malaikat maut tak pernah bertanya apakah kita sudah siap mati atau belum?


Hijrah tanpa bangku pesantren? Iya emang susah!

Hijrah di lingkungan keluarga yang tak terlalu religius? Iya emang susah!

Hijrah diantara lingkungan yang lebih mementingkan "duniawi" daripada akhirat? Iya emang susah!

Tapi susah bukan berarti tidak bisa kan? Aku pernah mendengar salah satu ceramah dari ustad bahwa rasulullah pernah berkata bahwa jalan menuju surga dipenuhi dengan hal-hal yang kita benci. Sedangkan jalan menuju neraka dipenuhi oleh hal-hal yang kita senangi,seperti  nafsu dan hal-hal lain yang dilarang Allah yang merupakan hal yang kita sukai. Jadi memang pasti tak mudah hijrah itu.


Akupun takut kalau aku tak bisa istiqomah sampai husnul khotimah, akupun takut akan tergoda, takut tak mampu bersabar. Tapi mari kita berdoa, semoga Allah mempermudah jalan hijrah kita dan selalu menguatkan hati kita, menuntun kita untuk selalu berada dijalan-Nya. Berharap agar Allah senantiasa untuk selalu memberikan kita hidayah. Agar kita selalu dapat kembali dan kembali lagi ke jalan Allah, menyadari kesalahan kita dan bertaubat kepada-Nya sampai di akhir hidup kita, kita berakhir dalam keadaan yang baik, dengan husnul khotimah. Karena yang dinilai itu adalah akhir amal kita nanti, apakah sampai akhir hidup kita nanti kita beriman dan bertaqwa kepada Allah, atau sebaliknya? Tentu saja kita semua berharap menapat akhir yang baik bukan? maka dari itu, sekarang saatnya memulai. Tidak ada kata terlambat selama nyawa masih dikandung badan. Seperti apapun kita di masa lalu atau bahkan sekarang. Jika kita bertaubat, kembali ke jalan Allah dan beriman-bertaqwa kepada Allah semata sampai akhir hayat kita, maka InsyaAllah kita akan menjadi orang yang beruntung.


Susah? Sakit? Pahit? Memang! Aku juga sama, aku juga mengalaminya, kamu tak sendiri!


Yuk berjuang bersama wahai sahabatku, saudaraku! Mari saling mendoakan yang terbaik untuk kita. Agar Allah sellau memberikan hidayah-Nya pada kita sampai akhir hayat kita nanti dan agar hati kita selalu terbuka dan dibukakan oleh Allah untuk menerima segala Hidayah dan petunjuk dari-Nya.

Semangat!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Inginkah Menjadi Guru?

Siapa yang Kurindukan?

I lost him, but I found The Greatest "HIM"